"ketika sudah berbicara soal rasa dan selera tak perlu lagi ada yang namanya kriteria" -mas.dil

Hidangan Vespa

Dewasa ini kegiatan mencuci kendaraan merupakan salah satu rutinitas yang tidak selalu dikerjakan pada waktu hari libur saja, apalagi jika sang pemilik menggunakannya sebagai penunjang dalam beraktivitas sehari-hari. Kalau sudah kepalang malas untuk basah-basahan, jasa cuci steam dengan siap sedia mencuci kendaraan kita dan menukarkannya dengan 1 lembar 10.000 Rupiah untuk motor dan 1 lembar 50.000 Rupiah untuk mobil.

Sore itu saya sedang bertamu ke rumah sahabat saya yang ketika saya datang sedang mencuci motor tercintanya, gimana gak tercinta lha wong dia nyucinya sambil menimang-nimang dan bersenandung layaknya seorang ayah yang memandikan anaknya. Karena kedatangan saya yang berbenturan dengan agenda sakralnya itu, jadi saya cukup tahu diri untuk membiarkan dia menyelesaikan ritualnya hingga khatam, sementara dia asik dengan cuciannya itu, saya memilih duduk ganteng dan menyimak dia beritual sampai kelar sambil sesekali dimintai tolong untuk buka-tutup keran airnya. Sebelum jauh bercerita ada yang perlu diperjelas dulu selagi kalian belum lebih jauh menyimaknya. Teman saya, sebut saja sobrun (nama yang sudah saya samarkan demi menjaga privasi yang bersangkutan) adalah pemilik kaleng tua produksi 1977 yang kemudian diberi mesin 150 cc dan dinamakan Vespa.

Kaleng tua yang begitu dicintainya itu berwarna biru, bukan merah, kalau merah itu kaleng sarden atau biskuit konghuan. Tolong dibedakan ya. Lalu kaleng ini juga diberi mesin, bukan ikan sarden apalagi biskuit. Jadi jelas ini berbeda dengan kaleng-kaleng lainnya. Kita sudah clear-kan perihal perkalengan ini ya. Sip. Singkat cerita, sobrun yang sedang asik melakukan ritual dengan kaleng tuanya itu dan saya yang duduk menyimak sambil sesekali disuruh buka-tutup keran airnya, tiba-tiba ditengah suasana sayhdu antara kaleng yang sedang digosok-gosok dengan kain lemas yang dibaluri shampoo itu kami tercekat mendengar celetukan bocah kecil yang dengan lugunya nyeletuk "Ih, Motornya butut!" kemudian nyelonong pergi begitu saja, kayak supir angkot yang dikasih uang 10.000 padahal ongkosnya 7000, persis. Saya dan Sobrun yang mungkin kalau dicerita film-film akan langsung bangun lalu mengejar anak kecil itu sambil membawa selang air dan menerjangnya dengan semprotan yang airnya lumayan keceng waktu itu. Ah, tapi karena ini bukan di film saya dan sobrun ketika itu justru terbahak-bahak kemudian termehek-mehek bareng mandala shoji dan cici panda, karena terbayang ekspresi bocah yang tampak dari raut wajah polosnya seakan bingung cenderung menyesal telah melihat sebuah kaleng tua yang mengaku motor. Hal itu seakan merusak pemahamannya terhadap benda seperti apa yang dinamakan motor. Kaleng tua itu merusak pemahamannya tentang bentuk motor dalam otak kecilnya. Ah dasar kaleng!!

Kaleng atau sebenarnya besi adalah kemasan yang digunakan vespa untuk membalut cita rasanya, kira-kira begitulah kalau vespa adalah suatu hidangan. Untuk sebagian orang yang menyukai vespa, semakin ngaleng semakin bagus, apalagi kaleng tua, wah bisa-bisa kalengnya bukan bahan besi lagi, melainkan campuran baja dan itu semakin menambah cita rasa vespa. Vespa menurut saya adalah soal rasa dan selera, sulit didefinisikan dengan kata-kata namun sangat bisa dirasakan sensasinya. Sama seperti hidangan, sensasi dan cita rasa adalah sebuah hal yang dicari terutama apabila sensasi yang didapatkan dapat berbeda dengan hindangan lainnya lalu cocok dengan lidah kita, dan vespa mantap dengan sensasinya yang berbeda dan khas itu. Di awal kehadirannya vespa langsung mencuri perhatian dengan desainnya yang seperti seekor lebah. Unik dan menggemaskan. Silakan diperhatikan bentuk vespa, kalau gak mirip lebah ya mirip kumbang atau empal gentong lah ya (Tapikan itu ampal bang bukan empal!!). Sekarang ini ditengah gempuran jepangan (sebutan motor produksi jepang oleh pengendara vespa) dan motor ber-cc besar yang sebenarnya jarang kepake juga karena jalan lubang dan jalan macet, namun vespa dengan segala kekalengannya tetap yakin nan mantap mengarungi zaman dimana fairing sangar dan helm full face tak lagi cuma ditemukan di sirkuit balap, malah kadang samping-sampingan dengan si kalengan ini.

Balik ke celetukan si bocah kecil tadi juga respon saya dan si sobrun ketika mendengarnya, menggugah naluri saya menjadi semakin mantap meyakini bahwa, ketika sudah berbicara soal rasa dan selera tak perlu lagi ada yang namanya kriteria (mungkin ini juga bisa diterapkan disendi-sendi kehidupan yang lain ya). Ah dasar kaleng sekali memang ini vespa! Dan kalau boleh meminjam sajak syahdu nan kaleng dari mas Farid Stevy, yang kira-kira begini bunyinya "gak ninja, gak cinta. gak fu, gak love u. gak vixion, ndak action. ra rx-king, ra njengking. Ndak vespa, ndak papa!"
Picturedbypinterest

Comments

Popular posts from this blog

Marhabban Yaa Bunayya, Rufaida Kareem Islamadina

Bicara Pilpres 2019...

HATI, JIWA DAN RAGA (Assalamu'alaikum Madinah)